Total Tayangan Halaman

Jumat, 25 November 2011

Cerpen


MENGEJAR WAKTU
Da_poetry

Tik tok tik tok
Suara jam yang berpacu dengan dentuman detak jantungnya. Dengan napas yang tak teratur, tangannya terus mengacak-acak tumpukan kertas dan membolak-balikkan lembaran buku di atas meja kayu tua yang telah banyak di makan rayap. Dia memberanikan diri melirik jam di dinding kamar. Detik-detiknya terus berlari mengejar menit.
“Oh, Tuhan!” dia menatap lemas jam dinding yang terus berputar. “Sudah jam lima dan aku belum menyelesaikan tugas ini.”
Waktu yang dimilikinya tidak banyak untuk menyelesaikan semua tugasnya. Kipas angin yang menemani perjuangannya tak dapat menyeka keringat kegugupan yang mengalir di keningnya. Dia terus mencari hasil yang penuh akan rumus menghiasi. Dipandinginya coretan di kertas yang dipegangnya. Terlintas dipikirannya dosen yang baik hati berubah menjadi dosen yang siap menerkamnya dengan sorot mata yang tajam. Dia tidak ingin telat mengumpulkan tugasnya. Dimas mengingat-ingat selalu telat mengumpulkan tugas karena dia tidak mengerti cara mengerjakannya.
“Ah…! Akhirnya ketemu juga hasilnya.”
Dia empaskan tubuhnya ke kasur. Angin yang menemaninya semalaman mengerjakan seabrek tugas membelai kedua kelopak matanya dengan lembut. Dimas tak dapat menahan berat matanya dan tertidur dalam lelahnya. Hujan yang mengalir deras menambah nikmat tidurnya.
***
Brakk!!
Tumpukan buku yang terlalu banyak membuat meja tua tak mampu menahan beratnya. Semua kertas-kertas bertebaran dan buku-buku ambruk. Dimas terbangun dari tidurnya. Dia menyaksikan kamarnya sudah hancur berantakan. Dia melihat seekor tikus menari-nari di atas kertas-kertas yang berserakan.
“wus…wus…!” Dengan nada kesal dimas memburu tikus nakal yang menghancurkan kamarnya. Tikus itu berlari kencang di buru dimas, kertas-kertas bertebaran akibat langkah kaki tikus.
“Kurang ajar kau tikus, berani-beraninya menghancurkan kamarku. Kalau dapat aku bunuh kau tikus.”
Dengan lemas dia menuju meja belajar. Sangat malas tangannya untuk membereskan kertas yang berserakan di lantai. Kertas-kertas yang terkumpul diletakkanya ke lantai pinggir meja. Meja satu-satunya tempat untuk mengukir prestasinya, kini sudah patah. Tak tahu lagi apa yang akan dia lakukan. Dimas menggambil gergaji dengan harapan agar meja dapat di pakai kembali karena semua sisi sudah sama. Tapi harapan dimas punah seketika saat meja yang akan di gergajinya hancur. Rayap-rayap yang hidup dan terus memakani meja tua itu telah membuat meja menjadi butiran-butiran pasir.
“Sial…! Dimas menggerutu dalam hati.
Dimas langsung membersihkan kamarnya, walau dia masih belum rela atas semua kejadiaan ini. Meja satu-satunya yang dia miliki, dia seret keluar kamarnya. Dipandanginya kamar yang kini telah bersih. Ada rasa lega. Tapi, ada sesuatu yang menjanggal di hatinya. Yah, meja andalannya tak ada lagi di pojok kamar.Matanya menatap jam dinding di kamarnya. “Mati aku setengah jam lagi jam delapan.” dia menepuk jidat dengan keras. Dia segera memasukkan buku ke dalam tas. “kertas jawabanku…di mana kertas jawabanku?”
Mukanya pucat ketika tahu jawaban yang dicarinya semalaman suntuk tak berhasil ditemukan. Di obrak-abriknya lagi tumpukan kertas yang telah tersusun rapi. Tapi, dia tak berhasil menemukannya juga.
Hmm...! aku ingat sekarang. Kertas itu di sampingku ketika aku tertidur.
Dia langsung mencari kertas di kasur dan menemukan kertas yang telah remuk Karena terhimpit badannya yang super besar.
***
Dimas harus berlari kencang melawan derasnya hujan yang menguyur kotannya dan berpacu dengan waktu untuk sampai ke kampus. Dengan napas yang terengah-engah dia terus berlari menerobos hujan. Badannya yang besar membuat dimas berhenti melawan waktu. Dimas menyusun irama napasnya dan menyetabilkan gerak tubuhnya di bawah pohon pinggir jalan.
Byuuurr…
Mobil yang melaju kencang membuat gelombang air yang indah dan mengguyur seluruh badannya. Dimas yang tidak yakin akan semua yang menimpannya hanya bisa terbengong.
Tit tit…
Jam tangannya yang berbunyi setiap satu jam sekali menyadarkannya dari ketidakyakinan atas kejadiaan yang terjadi. “Sial… Bajuku basah semua. Aahh tak ada waktu lagi.”
***
Suasana kampus yang lenggang dari biasanya. Tak banyak orang yang berkeliaran. Dimas menaiki tangga dengan sisa-sisa tenaganya. Dia berhenti di ujung tangga dan melihat jam tangannya. “uh…Aku telat sepuluh menit.”
Dimas mencoba menyusun kata sebelum dia masuk ke dalam kelas. Apa yang harus dia katakan ke dosennya. Hujan? Itu hanya alasan klasik. Sekarang dunia sudah maju. Ada payung, jaket, jas ujan dll.
“ah..! apa yang harus aku katakan.”
Dimas membayangkan di usir dari pintu kesuksesan itu karena dia telat. Semua pikran buruk bercampur dalam otaknya. Tubuh yang semangat berubah menjadi lemas. Dimas berjalan gontai menuju kelasnya.
“Selamat pagi, ma’af saya te…” dimas menatap kelasnya yang kosong.
Dimas panik, sendiri dalam kelas yang kosong. Berpikir apakah kelasnya pindah atau…
Dimas mengambil ponsel dari tasnya yang basah. Dia tersandar di kursi setelah membaca pesan dalam ponselnya.
“Hari ini kita tidak jadi kuliah karena bapaknya sedang banyak urusan (tertanda 07.45).”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar